Nyeri kepala hampir pernah dirasakan semua orang. Ada yang
mengindahkannya lantaran nyeri bisa hilang begitu saja. Ada yang
mengobatinya karena nyeri tidak kunjung hilang dalam beberapa hari,
bahkan satu minggu.
Sebanyak 80-90 persen kasus nyeri kepala yang sering dirasakan adalah
jenis primer. Yaitu, nyeri kepala yang muncul lantaran respons
terhadap stress secara fisik maupun psikis. Spesialis
saraf RS PHC Surabaya Dr Eny Setyarini SpS menyebutkan, nyeri kepala
primer masih dibagi menjadi tiga jenis, yakni, migrain, tension
headache (nyeri kepala tegang),
dan nyeri kepala chuster.
Menurut
International Headache Society, dari tiga jenis tersebut, pravelensi
alias angka kejadian yang tertinggi ada pada migrain. “itu versi
dunia, kalau di Asia malah didominasi tension headache
atau nyeri kepala tegang.” Papar alumnus Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga tersebut.
Kenapa bisa begitu? Memang, belum ada data yang pasti. Eny menduga
hal tersebut bisa terjadi karena sebagian besar penderita migrain
tidak memeriksakan kondisinya ke dokter. Akibatnya, migrain tidak
terdeteksi sebanyak tension headache.
Meski,
sebenarnya migrain atau tension headache
sama-sama bisa diobati dengan atau tanpa pergi ke dokter. Untuk
tension headache nyeri
yang dirasakan seperti kepala sedang diikat dengan tali. Untungnya,
nyerinya tidak semakin parah ketika digunakan beraktivitas.
Sebaliknya,
migrain kian terasa bila dipakai beraktivitas.
Keduanya
memengaruhi kualitas hidup seseorang. Karena itu, Eny menganjurkan
agar penderita migrain atau tension headache
lekas minum obat. “Syukur kalau tanpa diminumi obat,
sakitnya bisa hilang. Tapi, kalau tidak hilang juga, jangan didiamkan
saja.” ujarnya.
Sering kali seseorang takut minum obat. Alasannya, nanti
ketergantungan dan efek sampingnya ke ginjal. Padahal, kata Eny,
selama minum obat sesuai dengan dosis, efeknya tidak akan sampai pada
ginjal.
Lalu,
apa yang mengakibatkan migrain itu sendiri? Menurut Eny, selain
karena stress fisik dan psikis, makanan bisa menjadi pemicu. Yang
paling sering adalah MSG dan cokelat. “Sebenarnya banyak
yang sudah tahu bahwa MSG dan cokelat bisa memicu migrain. Tapi,
banyak juga yang melanggarnya.”
terang Eny.
Khusus untuk perempuan, migrain bisa muncul ketika masa menstruasi.
Bila sudah begitu, Eny sangat menganjurkan supaya perempuan menjauhi
makanan yang mengandung MSG dan cokelat.
Spesialis saraf Siloam Hospitals Surabaya dr. Sutis Nasia SpS,
mengungkapkan, dari semua jenis nyeri kepala primer dan sekunder,
yang paling banyak dikeluhkan adalah tension headache. Menurut
Sutis, sekitar 90 persen orang dewasa pernah atau akan mengalami
tension headache. Nyeri kepala, tension lebih sering diderita
perempuan daripada laki-laki.
Penyebabnya adalah stress, dehidrasi, terlalu banyak kegiatan, dan
kurang beristirahat. Bila seseorang memforsir tubuhnya, salah satu
manifestasinya adalah nyeri pada otot pericranial dan
sekitarnya (otot dahi, kepala samping, leher samping, belakang, dan
bahu).
Gejala tension headache memang tidak seberapa. Seseorang
merasa nyeri kepala selama 30 menit sampai tujuh hari. Jika tidak
segera diatasi, gejala yang awalnya terjadi kurang dari 15 serangan
per bulan bisa menjadi kronis.
Tata laksana tension headache dan migrain bisa dimulai dengan
perubahan perilaku, hindari stress, tegang dan tidur yang cukup. Obat
antinyeri yang boleh dikonsumsi, antara lain, parasetamol, nonsteroid
anti-inflamasi, hingga obat pelemas otot dan antikejang. Fisioterapi
dan kompres air boleh dilakukan untuk mengurangi kekakuan otot.
Kalau perubahan perilaku, obat dan rehabilitasi medik tidak membantu,
suntikan bisa dilakukan di otot kaku atau miofascial. “Suntikan
saraf di kepala yang diperkuat dengan teknik radiofrekuensi,”
tandas Sutis.
Source:
Jawapos
Artikel terkait :
No comments:
Post a Comment