Ditengah
booming batu akik, tak
sedikit yang dimanfaatkan tangan-tangan jahil untuk memalsu batu
akik. Kolektor dapat menguji keaslian batu melalui laboratorium
khusus. Bagi awam, tentu amat sulit mengklarifikasi jenis batu, baik
dari nama maupun dari asal penambangannya. Belum lagi banyak praktik
yang menjual batu palsu atau sintetis di pasaran.
Batu
akik yang beredar dibagi dua, yaitu natural dan palsu. Ada lima
teknik untuk memalsu batu. Yaitu, sintetis, imitasi, dyed (pewarnaan
melalui bahan kimia), batu cina (bacin), dan pantol (pantat botol).
Dalam
buku 100 cerita Batu Mulia Indonesia, geologis sekaligus gemologis
(ahli batu mulia) Sujatmiko membeber berbagai modus pemalsuan batu
mulia. Salah satunya, pemalsuan Giok (jade). Mang Okim, sapaan
Sujatmiko, suatu ketika diatangi koleganya yang menawari daun meja
giok. Meja tersebut tidak dibawa. Kolega itu hanya membawa sertifikat
batu mulia lengkap dengan fotonya.
Sertifikat
ersebut berasal dari laboratorium geologi kampus ternama. Konon, batu
itu seberat 85 kg, dan ditawarkan Rp 18 milliar atau 200 juta per Kg.
Didalam sertifikat tertulis kekerasan meja giok itu 7 Mohs. Mang Okim
mulai cemas dengan isi sertifikat tersebut. Betapa tidak, setelah
diperiksa mendetail dengan alat khusus, meja giok tersebut ternyata
berbahan heavy plastik
alias resin yang kekerasannya kurang dari 7 Mohs. Kalaupun
disertifikat tertulis 7 Mohs, itu tidak mustahil. Sebab yang diuji
adalah kaca pelindungnya (itupun tidak sampai 7 Mohs).
Untuk
menyimpulkan jadeite (first class giok), masih banyak tes yang harus
dilewati. Misalnya, yang sederhana adalah mengamati berat jenis
(lebih dari tiga). Entah apa yang terjadi bila sampai ada transaksi
jual beli meja giok seharga Rp 18 Miliar.
Praktik
penipuan marak di pasar akik karna harga jual dan minat nasyarakat
tinggi. Belum lagi apabila membeli batuan yang tidak memiliki data
seperti sertifikat alias memo. Tentu, pembeli tidak boleh sampai
terlena dengan ucapan penjual dan kilau keindahan batu. Bisa jadi,
batu tersebut sintetis atau buatan.
Gemologis
Gems Research International Laboratory (GRI Lab) Mingma Sherpa,
menyatakan, banyak korban penipuan akik yang membeli batu berharga
mahal, tetapi ternyata berbahan sintetis atau kaca. Beberapa kali ada
kasus orang marah-marah di lab kami. Karena dia tidak percaya
hasilnya bukan batu alami. Kata Mingma kepada jawa pos.
Dengan
banyaknya kasus, penipuan seharusnya pembeli harus waspada. Sebab
kemiripan benda tersebut sangat sulit untuk dibedakan. Mislnya, batu
ruby yang lumayan banyak dipalsukan. Campuran dari kaca dan plastik
yang dibuat pabrik tentu bisa membuat kualitas batu tersebut tidak
kalah dengan yang alami. Sangat sulit menerka-nerka dengan mata
telanjang. Keaslian batu tidak bisa hanya diterka dengan melihat,
tapi membutuhkan alat,” Imbuhnya
untuk
itu, setiap batu yang mau dibeli terutama dengan harga mahal, lebih
baik di ujikan lab terlebih dahulu. Dengan bantuan laboratorium,
paling tidak keresahan pembeli akan barangnya asli atau tidak bisa
terjawab. Sebab, tidak sembarang orang bisa mengklarifikasikan batuan
itu asli atau tidak. Belum lagi, alat yang digunakan juga tidak
sembarangan. Alat yang digunakan pun sangat banyak dan dibuat khusus
untuk mendeteksi batu.
Hal
senada diucapkan Gemologis dari BIG Lab (Ben's International
Gemological Laboratory) Iwan Muljana. Dia menyatakan, dengan
banyaknya batuan palsu yang beredar, seharusnya orang waspada dengan
pembelian.
Kemarin
ada yang beli batu dari Garut. Ternyata dari hasil lab
(laboratorium), batu tersebut berasal dari Kalimantan. Dia
menceritakn kejadian pada waktu orang tersebut marah-marah karena
menjadi korban pemalsuan batu.
Source:
jawapos
No comments:
Post a Comment