Melanoma maligna
jarang ditemukan, namun merupakan kanker yang cenderung fatal.
Menurut WHO ( Badan Kesehatan Dunia ) di Indonesia terdapat 3300
kasus baru dan 1000 kematian akibat melanoma maligna.
Melanoma merupakan
1-3 persen dari seluruh kanker pada tubuh manusia. Insidensi pada
pria dan wanita hampir sama, tetapi insidensi tertinggi pada usia
30-60 tahun. Melanoma sangat jarang dijumpai pada usia anak.
Pada tingkat global,
terdapat sekitar 200.000 kasusu baru melanoma di dunia. Melanoma
lebih sering ditemukan pada kawasan tropis. Ditengarai paparan kronis
ultraviolet sinar matahari secara langsung pada kulit akibat
beraktivitas di bawah terik matahari.
Melanoma merupakan
penyakit yang mengancam kehidupan, terutama bila telah bermetastase
jauh. Pengenalan pada tahap dini merupakan indikasi untuk menuju
kesembuhan dengan intervensi bedah pengangkatan tumor lantaran
lokasi melanoma terbanyak pada ekstremitas bawah (telapak kaki), lalu
menyusul badan, kepala atau leher, lengan dan kuku. Sehingga massa
tumor acapkali tampak dengan penglihatan mata.
Tahi lalat umumnya
merupakan bagian normal dari kulit. Tetapi, tahi lalat yang sering
mengalami trauma berulang (diusap-usap atau digaruk) merupakan faktor
predisposisi untuk berkembangnya melanoma.
Kecurigaan terhadap
melanoma maligna, bila pada tahi lalat terasa sering gatal, bertambah
hitam, dan bentuk menjadi tidak beraturan. Kalau sudah terbentuk
tukak (ulserasi) dan perdarahan menandakan perjalanan penyakit
melanomasudah stadium lanjut.
Akan tetapi,
melanoma merupakan kanker yang memiliki kecenderungan untuk
bermetastase ke berbagai ogan tubuh manusia. Mulai dari organ otak, ,
hingga organ dalam perut, dan subkutis. Bila telah bermetastese luas
ke berbagai bagian tubuh, maka melanoma tidak ubahnya sebagai
penyakit sistemik.
Konsekuensi dari
karakteristik sistemik dan sulitnya mendeteksi melanoma primer
lantaran massa tumornya tidak jarang berukuran kecil di bawah satu
milimeter, apalagi berlokasi di berbagai lokasi tubuh, maka
penanganan dengan tindakan bedah pengangkatan tumor (eksisi),
radioterapi dan kemoterapi tentu tidak efektif.
Lagipula sebagian
kecil melanoma terdapat pada daerah tubuh yang tidak dapat terlihat
secara langsung dengan penglihatan mata, seperti mukosa
anus,tenggorok, lubang hidung, bagian dalam organ mata, bahkan uterus
wanita. Walhasil, kemoterapi dan imunoterapi yang dapat menjangkau
melanoma jenis mukosa ini.
Dengan radioterapi
dan kemoterapi (dacarbazine dan temozolomide) tidak hanya membunuh
sel kanker, tetapi juga merusak atau membunuh sel normal. Belum lagi,
efek samping memperlemah kondisi fisik penderita kanker. Efek samping
dari radioterapi antara lain kelelahan, mual, selera makan menurun,
rambut rontok, dan ruam pada kulit. Sementara efek samping dari
kemoterapi diantaranya tubuh mudah infeksi, mual dan mudah,
kelelahan, dan sariawan.
Obat Anti PD-1
Imunoterapi
bertujuan untuk meningkatkan sistem imun pada tubuh penderita kanker,
sehingga memiliki kemampuan untuk melawan melanoma. Beberapa
keuntungan dari imunoterapi adalah potensial untuk pencapaian
penyembuhan total dari kanker, remisi jangka panjang, sedikit efek
samping dibanding dengan kemoterapi dan radioterapi.
Dari aspek
imunologi, massa tumor ganas (kanker) tak lain merupakan sumber
protein antigen dalam jumlah yang melimpah. Antigen menstimulasi
tubuh untuk menghasilkan antibodi atau imunoglobulin terhadap sel
kanker. Tetapi kemampuan tubuh untuk memproduksi antibodi terbatas,
sehingga diperlukan kehadiran teknologi produksi antibodi monoklonal.
Nivolumab dan
Pembrolizumab merupakan antibodi monoklonal yang memiliki target
terhadap progammed sell death 1 receptor (PD-1), dan memiliki
aktivitas klinis yang nyata sebagai obat anti-PD-1. Obat ini
merupakan referensi imunoterapi pada sebagian besar pasien dengan
melanoma stadium lanjut yang telah bermetastase di berbagai organ
tubuh.
PD-1 merupakan
protein (reseptor) pada permukaan sel melanoma yang diekspresikan
oleh sel T. PD-1 memainkan peranan penting dalam meredakan respons
imun dengan mencegah aktivasi sel T. Dengan demikian, menekan
terjadinya auto imunitas dan meningkatkan toleransi tubuh terhadap
antigen PD-1. Sementara, efek inhibisi terhadap PD-1 oleh Nivolumab
dan Pembrolizumab adalah apoptosis atau kematian sel melanoma.
Nivolumab merupakan
antibodi monoklonal yang berefek imunomodulator. Berbeda dengan
kemoterapi yang bersifat sitotoksik, Nivolumab menghambat aktivasi
sel T sehingga memungkinkan sistem imun untuk melawan sel kanker
melanoma. Nivolumab dan Pembrolizumab telah mendapat persetujuan dari
Food and Drug Administration Amerika Serikat.
Dengan Nivolumab,
angka harapan bertahan hidup (survival) pada tahun pertama, kedua,
dan ketiga masing-masing meningkat secara berurutan 62 persen, 48
persen, 41 persen. Jauh diatas harapan bertahan hidup rata-rata 10
persen dari pasien melanoma yang telas bermetastase. Efek samping
Nivolumab adalah pneumonitis, kelelahan, diare, pruritus, mual, dan
selera makan menurun.
Pembrolizumab
merupakan obat anti-PD-1 yang diberikan secara infus intravena.
Sekitar 25 persen pasien menampakkan hasil berupa pengecilan ukuran
tumor melanoma. Efek samping Pembrolizumab adalah kelelahan, batuk,
mual, kulit gatal, penurunan selera makan, konstipasi, artralgia dan
diare.
Source:
F Suryadjaja, dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment