Stroke perdarahan
bisa menjadi menakutkan karena tidak punya gejala khas. Serangannya
datang tiba-tiba hingga membuat koma dan kehilangan nyawa.
Angka kejadian
stroke perdarahan di Indonesia makin meningkat. Spesialis bedah saraf
Surabaya Neuroscienci Institute dr Asra Al Fauzi SpBS mengatakan,
berdasar data epidemiologi, di negara barat stroke perdarahan hanya
10-15 persen dari semua kasus stroke. ”Di Indonesia tahun ini kasus
stroke perdarahan sekitar 30 persen dari seluruh stroke,” paparnya.
Asra menjelaskan,
stroke perdarahan adalah pecahnya pembuluh darah dalam otak. Kondisi
itu jelas berbeda dengan jenis stroke iskemik atau penyumbatan –yang
banyak dijumpai dengan gejala kelumpuhan bagian tubuh. ”Stroke
perdarahan lebih fatal. Dimulai dari perusakan sel-sel otak di dalam
jaringan otak akibat kemasukannya pembuluih darah yang pecah,”
papar Asra yang juga dokter Brain and Spine Center RS Mitra Keluarga
tersebut.
Karena itu, hampir
semua orang yang terserang stroke perdarahan datang ke rumah sakit
dalam keadaan tidak sadar alias koma. Pola tersebut terjadi pada
pasien dari segala usia. Baik tua maupun muda, efeknya bisa lumpuh
total, kesadaran menurun, hingga koma. ”Dan
ada yang nyawanya tidak tertolong bila keadaannya sudah parah,,”
ucapnya.
Stroke perdarahan
memang tidak memandang usia. Tapi, penyebab penyakit tersebut
berdasar usia bisa berbeda. Pada orang yang berusia matang (45 tahun
ke atas), biasanya kasus itu terjadi karena hipertensi. Pembuluh
darah terkikis sehingga menjadi tipis seiring dengan tekanan darah
tinggi yang tak terkontrol. Akhirnya, pembuluh darah bocor dan pecah.
Pada usia muda, biasanya kasus terjadi karena kelainan pembuluh
darah.
Arteriovenous
malformation (AVM) dan aneurisme adalah dua kelainan yang paling
sering. Aneurisme adalah timbulnya bentukan seperti balon di
dinding pembuluh darah. Ibarat mata ikan pada balon yang ditiup
besar, kalau dinding lemah, mudah pecah. Sedangkan AVM sering dikenal
orang awam sebagai varises otak. ”Yang
sering terjadi dari dua kelainan itu adalah aneurisme,” ucap
pria yang juga dosen di Fakultas Kedokteran Unair tersebut.
Sayang, kelainan
pembuluh darah tersebut tidak punya gejala yang pas. Karena itu,
penderita sering tidak menyadarinya. Gejala yang sering dikeluhkan
memang sakit kepala. Namun, sakit kepala yang timbul juga tidak
spesifik. Banyak penderita yang datang dalam keadaan terlambat.
Pembuluh darah sudah pecah dan pasien koma.
Jadi, Asra sangat
menyarankan deteksi dini. Khususnya untuk mereka yang punya faktor
risiko. Misalnya, mereka yang orang tuanya pernah mengalami stroke
atau ada keluarga yang punya kelainan pembuluh darah. Usia 18 tahun
ke atas sudah bisa melakukan deteksi dini dengan magnetic resonance
imaging (MRI) tanpa kontras.
Sejauh ini, yang
bisa dilakukan untuk pencegahan stroke perdarahan adalah meminimalkan
faktor risiko, salah satunya hipertensi. Pasien hipertensi harus
menyadari pentingnya konsistensi minum obat. ”Untuk efektivitas
penyembuhan, dosis obat yang tepat juga penting,” ucapnya.
Penyembuhan Lebih
Lama
Selain serangannya
yang tidak terduga, penyembuhan stroke pendarahan itu lama. Spesialis
kedokteran fisik rehabilitasi RS Mitra Keluarga dr Meisy Andriana
SpKFR(K) menjelaskan bahwa pendarahan dalam otak mengakibatkan
sel-sel saraf mengalami kerusakan atau kematian. ”Apalagi, bagi
pasien yang usianya sudah lanjut, penyembuhannya akan lebih lama,”
ujar dokter yang juga berpraktik di RSUD dr Soetomo tersebut.
Pemulihan
pascastroke pendarahan bergantung pada beberapa hal. Misalnya, usia
pasien, letak dan lokasi pendarahan, cepat dan tepatnya penanganan di
rumah sakit, efektivitas fisioterapi pascastroke, hingga motivasi
penderita dan dukungan keluarga.
Meisy menyebutkan,
program terapi untuk kasus stroke pendarahan dibagi menjadi tiga.
Pertama adalah fase akutatau fase setelah operasi. Biasanya dua
minggu setelah pendarahan terserap. Kondisi pasien juga mulai stabil.
Program rehabilitasinya cukup simpel. Umumnya, dengan bantuan dokter
rehabilitasi medik atau fisioterapi, pasien menjalani latihan di
tempat tidur. Misalnya, mencoba mulai menggerakkan anggota tubuh.
”Gerakangerakan yang menstimulasi sensoris pada sisi yang lumpuh,”
kata Meisy.
Bila pasien masih
menggunakan alat bantu pernapasan, gerakan diarahkan untuk melatih
otot pernapasan aktif dan pasif. Program kedua masuk dalam fase
subakut. Dalam fase itu, pasien dianggap telah melewati masa kritis.
Pendarahan dalam otak benar-benar terserap. Jadi, pasien sudah bisa
melakukan mobilisasi.
Pasien akan
diarahkan untuk melatih keseimbangan. Mulai duduk, berdiri, hingga
berjalan. Terakhir adalah fase kronik atau penyembuhan. Program
terapinya bergantung kebutuhan pasien.
Dari semua efek
samping stroke pendarahan, yang paling sering terjadi adalah gangguan
bicara. ”Karena pendarahannya menyerang bagian otak yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik berbicara,” katanya.
Namun, jika disiplin minum obat, mengikuti terapi, pasien pasti bisa
sembuh seperti sedia kala.
Sumber: Jawapos
Baca juga ya bacaan-bacaan menarik lainnya kami di >> Daftar blog
No comments:
Post a Comment